A. Filsafat
Penelitian
1.
Pengertian filsafat
Kata falsafah atau
filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari bahasa Arab, yang
juga diambil dari bahasa Yunani; Φιλοσοφία philosophia.
Dalam bahasa ini, kata ini merupakan kata majemuk dan berasal dari kata-kata philia (=persahabatan, cinta dsb.) dan sophia (=“kebijaksanaan”). Sehingga arti
lughowinya (semantic) adalah seorang “pencinta kebijaksanaan” atau “ilmu”.
Sejajar dengan kata filsafat, kata filosofi juga dikenal di Indonesia dalam
maknanya yang cukup luas dan sering digunakan oleh semua kalangan.
Ada juga yang mengurainya dengan kata philare atau philo yang
berarti cinta dalam arti yang luas yaitu “ingin” dan karena itu lalu berusaha
untuk mencapai yang diinginkan itu. Kemudian dirangkai dengan kata Sophia artinya kebijakan, pandai dan
pengertian yang mendalam. Dengan mengacu pada konsepsi ini maka dipahami bahwa
filsafat dapat diartikan sebagai sebuah perwujudan dari keinginan untuk
mencapai pandai dan cinta pada kabijakan.
Seseorang yang mendalami bidang falsafah disebut “filsuf”. Definisi
kata filsafat bisa dikatakan merupakan sebuah problem falsafi pula. Tetapi,
paling tidak bisa dikatakan bahwa “filsafat” adalah studi yang mempelajari
seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis , mendeteksi
problem secara radikal, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan
alasan yang tepat untuk solusi tertentu, serta akhir dari proses-proses itu
dimasukkan ke dalam sebuah proses kerja ilmiah.
Berkaitan dengan konsep filsafat Harun Nasution tanpa
keraguan memberikan satu penegasan bahwa filsafat dalam khazanah Islam
menggunakan rujukan kata yakni falsafah
. Istilah filsafat berasal dari bahasa arab oleh karena orang Arab lebih dulu
datang dan sekaligus mempengaruhi bahasa Indonesia dibanding dengan bahasa-bahasa
lain ke tanah air Indonesia. Oleh karenanya konsistensi yang patut dibangun
adalah penyebutan filsafat dengan kata falsafat.
Pada sisi yang lain kajian filsafat dalam wacana muslim juga
sering menggunakan kalimat padanan Hikmah sehingga ilmu filsafat dipadankan dengan
ilmu hikmah. Hikmah digunakan sebagai bentuk ungkapan untuk menyebut makna
kearifan, kebijaksanaan. sehingga dalam berbagai literature kitab-kitab klasik
dikatakan bahwa orang yang ahli kearifan disebut Hukama’.
Dalam terjemahan Depag
ditafsiri bahwa Hikmah ialah Perkataan yang tegas dan benar yang dapat
membedakan antara yang hak dengan yang bathil. Sementara Al Jurjani –sebagaimana
dikutip oleh Amsal Bakhtiar– memberikan penjelasan tentang hikmah, yaitu ilmu
yang mempelajari segala sesuatu yang ada menurut kadar kemampuan manusia.
Perkataan filsafat
dalam bahasa Inggris digunakan istilah philosophy
yang juga berarti filsafat yang lazim diterjemahkan sebagai cinta kearifan.
Unsur pembentuk kata ini adalah kata philos
dan sophos. Philos maknanya gemar atau cinta dan sophos artinya bijaksana atau arif (wise). Menurut pengertiannya yang semula dari zaman Yunani Kuno itu
filsafat berarti cinta kearifan. Namun, cakupan pengertian sophia ternyata luas sekali, sophia tidak hanya berarti kearifan
saja, melainkan meliputi pula kebenaran pertama, pengetahuan luas, kebajikan
intelektual, pertimbangan sehat sampai kepandaian pengrajin dan bahkan
kecerdikkan dalam memutuskan soal-soal praktis yang bertumpu pangkal pada
konsep-konsep aktivitas –aktivitas awal yang disebut pseudoilmiah dalam kajian
ilmu.
Menurut sejarah kelahirannya istilah filsafat terwujud
sebagai sikap yang ditauladankan oleh Socrates. Yaitu sikap seorang yang cinta
kebijaksanaan yang mendorong pikiran seseorang untuk terus menerus maju dan
mencari kepuasan pikiran, tidak merasa dirinya ahli, tidak menyerah kepada
kemalasan, terus menerus mengembangkan penalarannya untuk mendapatkan
kebenaran.
Filsafat adalah pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi
mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan hukumnya; teori yang
mendasari alam pikiran atau suatu kegiatan; ilmu yang berintikan logika,
estetika, metafisika, dan epistemologi; falsafah (KBBI Daring). Tejoyuwono
dalam makalah Metodologi Peneltian dan
Beberapa Implikasinya dalam Penelitian Geografi mengutif definisi filsafat
dari beberapa ahli. Filsafat adalah suatu sistem pemikiran yang terbentuk dari
pencarian pengetahuan tentang watak dan makna kemaujudan (eksistensi) (Hornby,
dkk., 1974). Filsafat juga dapat diartikan sistem keyakinan umum yang terbentuk
dari kajian dan pengetahuan tentang asas-asas yang menimbulkan, mengendalikan,
dan menjelaskan tentang fakta dan kejadian (Anon, 1956).
2.
Pengertian penelitian
Penelitan berasal dari
kata teliti yang artinya mempelajari sesuatu secara teliti dan mendalam.
Kegiatan ”meneliti” dan mencoba dengan kemungkinan gagal (trial and error). Dalam bahasa Inggris penelitian dikenal dengan
istilah research. Definisi Research adalah : systematic investigation to establish facts atau a search for knowledge.
Jadi titik tekan suatu penelitian adalah menemukan secara sistematis
fakta-fakta untuk menyusun pengetahuan. Fakta artinya “a concept whose truth can be proved”, suatu konsep yang membuktikan
suatu kebenaran. Sedangkan pengetahuan artinya “the psychological result of perception and learning and reasoning”,
buah dari persepsi, belajar dan pertimbangan yang sehat secara akal budi.
Kesimpulannya penelitian adalah proses mencari bukti-bukti kebenaran lewat
persepsi, belajar dan berfikir sehingga tertanamlah dalam jiwa kita suatu
keyakinan yang kuat.
Penelitian Ilmiah
adalah suatu proses pemecahan masalah dengan menggunakan prosedur yang
sistematis, logis, dan empiris sehingga akan ditemukan suatu kebenaran. Hasil
penelitian ilmiah adalah kebenaran atau pengetahuan ilmiah, Penelitian ilmiah
yang selanjutnya disebut penelitian atau riset (research) memiliki ciri
sistematis, logis, dan empiris. Sistematis artinya memiliki metode yang
bersistem yakni memiliki tata cara dan tata urutan serta bentuk kegiatan yang
jelas dan runtut. Logis artinya menggunakan perinsip yang dapat diterima akal.
Empiris artinya berdasarkan realitas atau kenyataan. Jadi penelitian adalah proses
yang sistematis, logis, dan empiris untuk mencari kebenaran ilmiah atau
pengetahuan ilmiah.
Dari uraian di atas,
dapat disimpulkan bahwa, filsafat penelitian merupakan cara kerja pikiran untuk
mengkaji, mencari, menyelidiki, menemukan dan menghasilkan sesuatu dari hal
yang bersifat abstrak menjadi pengetahuan dan ilmu berupa konsep atau teori.
Filsafat penelitian
merupakan cara kerja pikiran karena dalam menganalisis masalah yang ingin
dicarikan solusi, bermula dari kegelisahan manusia untuk mengenali masalah yang
dialaminya. Secara sadar atau tidak, setiap manusia yang mengalami masalah akan
bereaksi terhadap masalah tersebut untuk mendapatkan jawaban atas masalah yang
dihadapinya. Pencarian itu akan berakhir, jika manusia telah mendapatkan
jawaban. Jawaban inilah yang akan membuat pikiran mereka dan hati mereka
merasakan kedamaian dan kepuasan.
Filsafat penelitian
merupakan upaya mengkaji, mencari, dan menyelidiki masalah yang dihadapi. Proses ini berupaya
memaknai masalah secara empiris dan melakukan berbagai eksperimen untuk
menghasilkan jawaban yang paling tepat untuk memahami permasalahan yang
dihadapi.
Filsafat penelitian
merupakan upaya menghasilkan konsep atau teori yang merupakan perwujudan dari
penyelesaian masalah. Konsep yang dihasilkan tentunya berakar dari masalah yang
dihadapi. Konsep inilah tujuan akhir dari proses berpikir manusia. Konsep ini
juga yang dapat diterapkan dalam penelitian berikutnya untuk mendapatkan
pengetahuan yang baru.
Filsafat penelitian bersifat universal. Konsep penelitian
tidak hanya digunakan oleh disiplin ilmu tertentu, namun digunakan untuk semua
disiplin ilmu. Penelitian yang digunakan untuk meneliti suatu objek tertentu,
tentunya berbeda jika diterapkan pada objek yang lain. Penjabaran tujuan
penelitian inilah yang membuat cara kerja dan hasil dari penelitian berbeda.
B.
Berpikir, Nalar, dan
Kecerdasan
Penelitian menuntut penelitinya untuk
berpikir dan memahami persoalan yang ditelitinya. Proses ini mengarahkan
peneliti untuk berfikir, menalar, memberikan definisi, dan asumsi. Proses ini
juga mengarahkan peneliti untuk tidak mudah percaya begitu saja terhadap apa
yang dilihat sebelum dilakukan berbagai uji dan analisis untuk menganalisis
masalah tersebut.
1.
Berpikir
Pemikiran atau berpikir adalah mental proses yang memungkinkan manusia untuk model dunia,
dan sehingga untuk menghadapinya secara efektif sesuai dengan tujuan-tujuan
mereka, rencana, tujuan dan keinginan. Kata-kata yang mengacu pada konsep dan
proses yang serupa dalam bahasa Inggris termasuk kognisi, kesanggupan merasa,
kesadaran, ide dan imajinasi. Berpikir melibatkan manipulasi otak informasi,
Seperti ketika kita membentuk konsep, terlibat dalam pemecahan masalah, alasan
dan membuat keputusan. Berpikir adalah lebih tinggi kognitif fungsi dan analisis proses berpikir merupakan bagian dari
psikologi kognitif.
Berpikir adalah
kegiatan penalaran untuk mengeskplorasi pengalaman dengan suatu maksud
tertentu. Makin luas pengalaman (pengetahuan) yang dieksplorasi, makin jauh dan
mendalam juga proses berpikir yang harus dijalani. Proses berpikir ini
dimaksudkan untuk mengabstraksi objek penelitian menjadi sebuah hipotesis atau
infomasi. Berpikir adalah sumber segala pengetahuan, pengetahuan yang
dihasilkan memberikan umpan balik pada proses berpikir, sehingga ada interaksi
antara proses berpikir dan pengetahuan. Makin tinggi taraf berpikir, makin
tinggi taraf berpikir yang dikerjakan. Makin tinggi taraf berpikir yang
dikerjakan, makin tinggi tingkat pengetahuan yang dapat dicapainya. Taraf
berpikir menentukan tingkat pengetahuan, sebaliknya tingkat pengetahuan
menentukan taraf berpikir.
Proses berfikir yang
ada pada diri manusia adalah berdialog dengan diri sendiri dalam batin dengan
manifestasinya adalah mempertimbangkan merenungkan, menganalisis, menunjukan
alasan-alasan, membuktikan sesuatu, menggolong-golongkan,
membanding-bandingkan, menarik kesimpulan, meneliti sesuatu jalan fikiran,
mencari kausalitasnya, membahas secara realitas dan sebagainya.
Dengan berpikir,
merupakan suatu bentuk kegiatan akal atau rasio manusia dengan mana pengetahuan
yang kita terima melalui panca indera diolah dan ditujuaan untuk mencapai suatu
kebenaran.
Aktivitas berpikir
adalah berdialog dengan diri sendiri dalam batin dengan manifestasinya yaitu
mempertimbangkan, merenungkan, menganalisis, manunjukkan alasan-alasan,
membuktikan sesuatu, menggolang-golongkan, membanding-bandingkan, menarik
kesimpulan, meneliti suatu jalam pikiran, mecari kausalitasnya, mebahas secara
realitas dan lain-lain.
Di dalam aktivitas
berpikir itulah ditunjukkan dalam logika wawasan berpikir yang tepat atau
ketepatan pemikrian/kebenaran berpikir yang sesuai dengan penggarisan logika
yang disebut berpikir logis.
2.
Nalar
Nalar (reason) ialah daya atau bakat memahami
dan menarik kesimpulan. Dengan nalar, orang dapat menyajikan gagasan atau
pendapat secara tertib, teratur, berurut, dan mengikuti struktur yang mantik (logical). Mantik (logic) ialah kajian tentang metode dan asas yang digunakan
membedakan penalaran baik atau benar dengan yang buruk atau tidak benar. Dengan
nalar, ilmu dapat berfungsi menjelaskan, meramalkan, dan mengendalikan keadaan
atau kejadian.
Penalaran adalah
proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (observasi empirik) yang
menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang
sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan
sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan
sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang
disebut menalar. Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan
disebut dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut
dengan konklusi (consequence). Hubungan antara premis dan konklusi
disebut konsekuensi.
Menurut Jujun
Suriasumantri, Penalaran adalah suatu proses berfikir dalam menarik suatu
kesimpulan yang berupa pengetahuan. Sebagai suatu kegiatan berfikir penalaran
memiliki ciri-ciri tertentu. Ciri pertama adalah proses berpikir logis, dimana
berpikir logis diartikan sebagai kegiatan berpikir menurut pola tertentu atau
dengan kata lain menurut logika tertentu. Ciri yang kedua adalah sifat analitik
dari proses berpikirnya. Sifat analitik ini merupakan konsekuensi dari adanya
suatu pola berpikir tertentu. Analisis pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan
berpikir berdasarkan langkah-langkah tertentu.
Ada dua bentuk dasar
penalaran, yaitu deduksi dan induksi. Deduksi berpangkal pada suatu pendapat
umum berupa teori, hukum, atau kaidah dalam menyusun suatu penjelasan tentang
suatu kejadian khusus atau dalam menarik suatu kesimpulan. Dedukti bertujuan
untuk kesahihan (validity) pendapat
atau kesimpullan, dan bukan kebenarannya. Akan tetapi penelitian yang
semata-mata didasarkan atas penalaran deduktif kurang subur, karena tidak dapat
membawa kita ke pembentukan pendapat atau teori baru. Induksi berpangkal pada
sejumlah data empiris untuk menyusun suatu penjelasan umum, teori, atau kaidah
yang berlaku umum. Kesahihan pendapat induktif ditentukan secara mutlak oleh
kebenaran fakta yang dijadikan pangkal penalaran. Induksi dapat membuka peluang
menciptakan teori baru dan karena itu produktif penelitian. Dengan
menggabungkan deduksi dan induksi menjadi satu kesatuan struktur penalaran akan
diperoleh hasil yang lebih bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Pengetahuan yang
dipergunakan dalam penalaran pada dasarnya bersumber pada rasio atau fakta.
Mereka yang berpendapat bahwa rasio adalah sumber kebenaran mengembangkan paham
rasionalisme, sedangkan mereka yang menyatakan bahwa fakta yang tertangkap
lewat pengalaman manusia merupakan sumber kebenaran mengembangkan paham
empirisme.
Agar supaya pemikiran
dan penalaran kita dapat berdaya guna dengan membuahkan kesimpulan-kesimpulan
yang benar, valid dan sahih, ada 3 syarat pokok yang harus dipenuhi : 1)
pemikiran haruslah berpangkal pada kenyataan atau kebenaran, 2) alasan-alasan
yang dikemukakan haruslah tepat dan kuat, 3) jalan pikiran haruslah logis.
Bagian terpenting
berpikir adalah kecerdasan mengupas (critical
intelegence). Kecerdasan ini membentuk gagasan dasar atau konsep yang
dterapkan pada data untuk memberikan arti kepada data yang diteliti. Data yang telah diberi arti diolah menjadi
gagasan dasar. Proses umpan balik ini berlangsung terus sampai terbentuk pola
berpikir yang mantap didalam otak. Pola berpikir membuat putusan yang
diwujudkan menjadi tindakan. Pola ini memiliki mekanisme umpan balik dari
keluaran menjadi masukan kembali yang mengatur keluaran berikutnya disebut
proses sibernetik. Lingkungan sebagai sumber data merupakan kenyataan yang
bulat. Lingkungan menjadi sekumpulan konsep dengan pemeriannya.
Pola berfikir mengupas
terbentuknya berdasarkan: ontology ilmu, epistemology, dan aksiologi ilmu.
Ontologi ilmu adalah suatu analisis filsafat tentang kenyataan atau kemaujudan
yang berkaitan dengan hakekat ‘ada’. Epistemologi adalah suatu teori tentang
pengetahuan yang berkaitan dengan cara memperoleh pengetahuan dan metode
keilmuan. Aksiologi ilmu adalah suatu teori tentang nilai dan makna. Dalam
penelitian ontologi ilmu membahas hal apa yang ingin diketahui, epistemologi
ilmu membahas hal bagaimana memperoleh pengetahuan yang diinginkan, dan
aksiologi ilmu membahas hal apa mengenai nilai dan makna (manfaat) pengetahuan
tersebut.
C.
Corak Pemikiran
Filsafat Yunani mengalami kemegahan dan
kejayaannya dengan hasil yang sangat gemilang, yaitu mnelahirkan peradaban
Yunani. Menurut pandangan sejarah filsafat, dikemukakan bahwa peradaban Yunani
merupakan titik tolak peradaban manusia di dunia. Maka pandangan sejarah
filsafat dikemukakan manusia di dunia. Giliran selanjutnya adalah warisan
peradaban Yunani jatuh ke tangan kekuasaan Romawi. Kekuasaan Romawi
memperlihatkan kebesaran dan kekuasaannya hingga daratan Eropa (Britania),
tidak ketinggalan pula pemikiran filsafat Yunani juga ikut terbawa. Hal ini
berkat peran Caesar Augustus yang mencipta masa keemasan kesussastraan Latin,
kesenian dan arsitektur Romawi.
Setelah filsafat Yunani sampai ke daratan
Eropa, di sana mendapatkan lahan baru dalam pertumbuhannya, karena bersamaan
dengan agama Kristen, filsafat Yunani berintegrasi dengan agama Kristen
sehingga membentuk suatu formulasi baru. Maka muncullah filsafat Eropa yang
sesungguhnya merupakan penjelmaan filsafat Yunani setelah berintegrasi dengan
agama Kristen.
Di dalam masa pertumbuhan dan perkembangan
filsafat Eropa (kira-kira selama 5 abad) belum memunculkan ahli pikir
(filosof), akan tetapi setelah abad ke-6 Masehi, barulah muncul para ahli pikir
yang mengadakan penyelidikan filsafat. Jadi, filsafat Eropa yang mengawali
kelahiran filsafat Barat Abad Pertengahan.
Kekuatan pengaruh antara filsafat Yunani
dengan agama Kristen dikatakan seimbang. Apabila tidak seimbang pengaruhnya,
maka tidak mungkin berintegrasi membentuk suatu formula baru. Walaupun agama Kristen
relatif masih baru keberadaanya, tetapi pada saat itu muncul anggapan yang sama
terhadap filsafat Yunani ataupun agama Kristen. Anggapan pertama, bahwa Tuhan
turun ke bumi (dunia) dengan membawa kabar baik bagi umat manusia. Kabar baik
tersebut berupa firman Tuhan yang dianggap sebagai sumber kebijaksanaan yang
sempurna dan sejati. Anggapan kedua, walaupun orang-orang telah mengenal agama
baru, tetapi juga mengenal filsafat Yunani yang dianganggap sebagai sumber
kebijaksanaan yang tidak diragukan lagi kebenarannya.
Dengan demikian, di benua Eropa filsafat
Yunani akan tumbuh berkembang dalam suasana yang lain. Filsafat Eropa merupakan
sesuatu yang baru, suatu formulasi baru, pohon filsafat masih yang lama (dari
Yunani), tetapi tunas yang baru (karena pengaruh agama Kristen) memungkinkan
perkembangan dan pertumbuhan yang terus pesat.
Filsafat Barat Abad Pertengahan (476-1492
M) juga dapat dikatakan sebagai “abad gelap”, karena pendapat ini didasarkan
pada pendekatan sejarah gereja. Memang saat itu, tindakan gereja sangat
membelenggu kehidupan manusia, sehingga kebebasan untuk mengembangkan potensi
yang terdapat dalam dirinya. Juga para ahli fikir pada saat itu tidak lagi
memiliki kebebasan untuk berfikir. Apabila terdapat pemikiran-pemikiran yang
bertentangan dengan ajaran gereja orang yang mengemukakannya akan mendapatkan
hukuman berat. Pihak Gereja melarang diadakannya penyelidikan-penyelidikan
berdasarkan rasio terhadap agama. Karena itu, kajian terhadap agama/teologi
yang tidak berdasarkan larangan yang ketat. Yang berhak melaksanakan
penyelidikan terhadap agama hanyalah pihak gereja. Walaupun demikian, ada juda
yang melanggar larangan tersebut dan mereka dianggap orang murtad dan kemudian
diadakan pengejaran (inkuisisi). Pengejaran terhadap orang-orang murtad ini
mencapai puncaknyta pada saat Paus Innocentius III di akhir XII, dan yang
paling berhasil dalam pengejaran orang-orang murtad ini di Spanyol.
Ciri-ciri pemikiran filsafat Barat Abad
Pertengahan adalah;
1.
Cara berfilsafatnya dipimpin oleh gereja.
2.
Berfilsafat di dalam lingkungan ajaran Aristoteles.
3.
Berfilsafat dengan pertolongan Augustinus.
Masa Abad Pertengahan ini juga dapat
dikatakan sebagai sutu masa yang penuh dengan upaya menggiring manusia ke dalam
kehidupan atau sistem kepercayaan yang picik dan fanatik, dengan menerima
ajaran gereja secara membabi buta. Karena itu perkembangan ilmu pengetahuan
terhambat. Masa ini penuh dengan dominasi gereja, yang tujuannya untuk
membimbing umat ke arah hidup yang shaleh. Namun, di sisi lain, dominasi gereja
ini tanpa memikirkan martabat dan kebebasan manusia yang mempunyai perasaan,
pikiran, keinginan dan cita-cita untuk menentukan masa depannya sendiri.
Secara garis besar
filsafat abad pertengahan dapat dibagi menjadi dua periode yaitu: periode
Scholastic Islam dan periode Scholastik Kristen. Para Scholastic Islamlah yang
pertama mengenalkan filsafatnya Aristoteles diantaranya adalah Ibnu Rusyd, ia
mengenalkan kepada orang-orang barat yang belum mengenal filsafat Aristoteles.
Para ahli fikir Islam (Scholastik Islam) yaitu Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina,
Al-Gazali, Ibnu Rusyd dll. Mereka itulah yang memberi sumbagan sangat besar
bagi para filosof eropa yang menganggap bahwa filsafat Aristoteles, Plato, dan
Al-Quran adalah benar. Namun dalam kenyataannya bangsa eropa tidak mengakui
atas peranan ahli fikir Islam yang mengantarkan kemoderenan bangsa barat.
Kemudian yang kedua periode Scholastic Kristen dalam sejarah perkembangannya
dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: Masa Scholastik Awal, Masa Scholastik
Keemasan, Masa Scholastik Terakhir.
Corak Pemikiran Abad Kontemporer
No
|
Aliran
|
Tahun
|
Tokoh Dan Pokok Pikiran
|
1
|
Filsafat analitik
|
1889 – 1951
|
Tokoh : Ludwig Josef Johan W
Pemikirannya tentang pentingnya bahasa. Ia mencita –
citakan suatu bahasa yang ideal, lengkap, formal dan dapat memberikan
kemungkinan bagi penyelesaian masalah – masalah kefilsafatan. Filsafat ini
membahas analitis bahasa dan analitis konsep – konsep.
|
2
|
Filsafat
struktualisme
|
1901
|
Tokoh : J.Lacan
Pemikirannya tentang filsafat bahasa. Bahasa menurutnya
terdiri dari sejumlah termin yang ditentukan oleh posisi – posisinya satu
terhadap yang lain. Termin tersebut digabungkan dengan aturan gramatika
dan sintaksis
|
3
|
Postmodernisme
|
1917
|
Tokoh : Rudoplh panwitz
Menurutnya terdapat tiga jalur wacana :
a. Wacana kritis
terhadap estetika modern
b. Wacana kritis
terhadap arsiktektur modern
c. Wacana kritis
terhadap filsafat modern
|
4
|
Neo – Thomisme
|
Pertengahan abad ke
19
|
Tokoh : Thomas Aquinas
Paham yang menganggap bahwa :
a. ajaran yang sudah
thomas sudah sempurna. Tugas kita adalah memberikan tafsir esuai dengan
keadaan zaman
b. ajaran thomas telah
sempurna. Tetapi masih terdapat hal – hal yang harus dibahas. Oleh karena
itu, sekarang kita perlu mengadakan penyesuaian denagn ilmu pengetahuan
c. ajaran Thomas harus
diikuti. Akan tetapi, tidak boleh beranggapan bahwa ajarannya betul – betul
sempurna
|
5
|
Neo – Marxisme
|
1918 – 1990
|
Tokoh : Louis Aithuser
Paham yang menganggap bahwa :
a. ideologi sebagai
sesuatu yang relatif otonom dari basis ekonomi yang bekerja dengan caranya
sendiri, semamtera dilain pihak masih memberi tempat bagi determinisme
ekonomi
b. supraksturtur
ideologi bukan hanya sekedar representasi dari esensi ekonomi tapi, dapat
dilhat sebagai otonomi terhadap basis ekonomi dan memiliki kapasitas untu
mempengaruhinya
|
6
|
Fenomenologi
|
1859 – 1938
|
Tokoh : Edmund Husserl
Realitas sendiri yang nampak, tidak ada selubung atau tirai
yang memisahkan sebyek dengan realitas, realtas itu sendiri yang tampak bagi
subyek
|
7
|
Eksistensialisme
|
1905 – 1980
|
Tokoh : Jean paul Sarte
Ia membedakan rasio dialektis dengan rasio analitis. Rasio
analitis dijalankan dalam ilmu pengetahuan. Rasio dialektis harus digunakan
jika kita berfikir tentang manusia, sejarah dan kehidupan sosial
|
8
|
Stuktualisme
|
1926 – 1984
|
Tokoh : Michael Foucalt
Pemikiran :
a. manusia tidak lagi
merupakan titik pusat yang otonom, manusia tidak lagi menciptakan sisitem
melaikan takluk pada sistem
b. manusia akan
kehilangan tempatnya dalam bidang pengetahuan dan dalam struktur seluruhnya.
|
D.
Hubungan antara Filsafat dan Berpikir
Pada dasarnya berfikir merupakan tumpuan dari filsafat, yang
memberikan sinar dan air bagi filsafat. Kemampuan manusia dalam berfikir memang
luar biasa, tetapi harus tetap kepada batasan normal dimana yang memang
seharusnya. Rule memang penting bagi orang yang ingin mencoba menghirup
harumnya filsafat.
Timbulnya filsafat karena manusia merasa kagum dan merasa
heran. Pada tahap awalnya kekaguman atau keheranan itu terarah pada
gejala-gejala alam. Dalam perkembangan lebih lanjut, karena persoalan manusia
makin kompleks. Sekalipun bertanya tentang seluruh realitas, filsafat selalu
bersifat “filsafat tentang” sesuatu: tentang manusia, tentang alam, tentang
tuhan (akhirat), tentang kebudayaan, kesenian, bahasa, hukum, agama, sejarah, dan
sebagainya. Semua selalu dikembalikan ke empat bidang induk: Pertama, filsafat
tentang pengetahuan; obyek materialnya,: pengetahuan (“episteme”) dan
kebenaran, epistemologi; logika; dan kritik ilmu-ilmu; Kedua, filsafat tentang
seluruh keseluruhan kenyataan, obyek materialnya: eksistensi (keberadaan) dan
esensi (hakekat), metafisika umum (ontologi); metafisika khusus: antropologi
(tentang manusia); kosmologi (tentang alam semesta); teologi (tentang tuhan);
Ketiga filsafat tentang nilai-nilai yang terdapat dalam sebuah tindakan: obyek
material : kebaikan dan keindahan,etika; dan estetika; Keempat sejarah
filsafat; menyangkut dimensi ruang dan waktu dalam sebuah kajian.
Jika dikelompokkan secara kerakterisitik
cara pendekatannya, dalam filsafat dikenal ada banyak aliran filsafat. Ciri
pemikiran filsafat mengacu pada tiga konsep pokok yakni persoalan filsafat
bercorak sangat umum, persoalan filsafat tidak bersifat empiris, dan menyangkut
masalah-masalah asasi. Kemudian Kattsoff menyatakan karakteristik filsafat
dapat diidentifikasi sebagai berikut.
1.
Filsafat adalah berpikir secara kritis.
2.
Filsafat adalah berpikir dalam bentuknya
yang sistematis.
3.
Filsafat menghasilkan sesuatu yang runtut.
4.
Filsafat adalah berpikir secara rasional.
5.
Filsafat bersifat komprehensif.
Jadi berfikir filsafat mengandung makna
berfikir tentang segala sesuatu yang ada secara kritis, sistematis, tertib, rasional
dan komprehensip.
DAFTAR PUSTAKA
Bahasa, Pondok, 2011. http://rsbikaltim.blogspot.com/2011/12/filsafat-penelitian.html. Diakses pada 25 November 2012.
Gangster, 2010.
http://gangster-matematika.blogspot.com/2012/01/corak-pemikiran-filsafat-abad.html. Diakses pada 25 NOvember 2012.
Praptinfilsafat. 2009. Hubungan
antara Definisi Filsafat Dasar dan Pemikiran Dasar. http://filsafatsederhana.wordpress.com. Diakses pada 24
November 2012.
Zuhri, Syifaul Umami, 2010. http://syifafanila.blogspot.com/2010/12/bab-i-pendahuluan.html. Diakses pada 25 November 2012.
----------. Tanpa tahun. http://filsafatindonesia1001.wordpress.com/tag/filsafat/. Diakses pada 24
November 2012.
----------. 2009.
http://filsafatindonesia1001.wordpress.com/2009/08/04/filsafat-penelitian/.
Diakses pada 24 November 2012.
----------. 2011. http://swarajalanan.blogspot.com/2011/10/hubungan-filsafat-ilmu-dengan-logika.html. Diakses pada 24 November 2012.
---------. 2011. http://goresaneighteen.blogspot.com/2011/09/filsafat-corak-pemikiran-abad.html. Diakses pada 25 November 2012.
good , thank infonya ye,, jgn lupa follow back ya
BalasHapusmaksih, kaaaa :)
BalasHapus